Kaum miskin di Indonesia belum menerima keadilan sepenuhnya dari pemerintah. Di dalam beberapa bidang, kaum miskin di Indonesia tetap dalam keadaan yang marjinal. Mereka belum memperoleh apa yang seharusnya menjadi haknya. Bidang-bidang itu antara lain adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan tempat tinggal. Padahal, jumlah kaum miskin d di Indonesia cukup banyak. Menurut Umar Juoro, jumlah kaum miskin di Indonesia sebelum krisis mencapai sekitar 11 persen, sedangkan saat ini kaum miskin di Indonesia bertambah menjadi sekitar 16 persen. Namun, jika kita menggunakan standar ukuran kemiskinan itu menjadi setiap orang yang berpenghasilan di bawah 2 dolar AS perhari, maka jumlah kaum miskin di Indonesia naik mencapai sekitar 53 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia atau sekitar 116.600.000 jiwa. Artinya, jika ketidakadilan untuk mereka terus dibiarkan, negara dan bangsa ini berada dalam bahaya karena ratusan juta jiwa rakyatnya miskin dan belum memperoleh apa yang seharusnya menjadi hak mereka seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan tempat tinggal.
Di bidang pendidikan, sekitar 16 juta anak Indonesia yang berusia diatas 10 tahun masih buta huruf. Angka tersebut bukanlah angka yang sedikit bagi negara yang berniat menaruh perhatian penuh pada pendidikan yakni dengan mengalokasikan 20% APBN untuk dana pendidikan sesuai dengan pasal 31 ayat 4 UUD 1945. Namun, pemerintah mengalokasikan dana APBN untuk pendidikan hanya sekitar 4,1% atau sekitar Rp.15,2 triliun dari dana APBN untuk seluruh total pengeluaran sekitar Rp.368,8 triliun, seharusnya pemerintah jika taat dengan UUD 1945 setidaknya harus mengeluarkan dana sekitar Rp.73,8 triliun untuk pendidikan. Akibatnya, pendidikan bagi kaum miskin menjadi sebuah komoditi yang mahal karena mereka tidak sanggup membayar biaya pendidikan mereka. Apabila 20% pengeluaran dari APBN dapat dipenuhi, maka hal itu akan menyubsidi kaum miskin di Indonesia dalam hal pendidikan. Namun, itupun belum menyelesaikan masalah pendidikan bagi kaum miskin di Indonesia yang sangat kompleks. Satu masalah lainnya adalah kualitas pendidikan yang diberikan pemerintah kepada kaum miskin. Anggap saja dana itu terpenuhi semuanya, lalu kaum miskin dapat merasakan pendidikan, tetapi apakah kualitas pendidikannya sama dengan kaum kaya? Apakah sekolah mereka layak? Hal ini pula yang harus dijawab pemerintah. Keadilan di bidang pendidikan baru akan terasa jika mereka sama-sama mendapatkan kualitas pendidikan yang sama dengan mereka yang mampu atau minimal setidaknya kualitas pendidikan yang diterima kaum miskin tidak terlalu jomplang.
Bidang kesehatan pun menjadi ukuran apakah keadilan itu sudah diterima kaum miskin di Indonesia. Sarana kesehatan di Indonesia memang mulai banyak dibangun oleh pemerintah, tetapi kaum miskin belum sepenuhnya merasakan kegunaan dari pembangunan sarana kesehatan di Indonesia akibat masalah biaya. Masalah biaya berobat ke puskesmas atau rumah sakit merupakan masalah utama kaum miskin di bidang kesehatan. Dengan pendapatan rata-rata dibawah dua dolar AS perhari atau sekitar Rp.18.000 perhari, tentu membuat asupan gizi dan vitamin dari makanan yang mereka makan setiap hari rendah, akbiatnya tentu saja mereka rentan terkena penyakit. Dalam masalah ini, pemerintah sebenarnya telah menaruh angka sekitar 0,56% sampai 3,5% untuk rata-rata APBD bagi sektor kesehatan masyarakat. Selain itu, Departemen Kesehatan juga sudah mengalokasikan dana sekitar Rp.2,1 triliun yang diharapkan mampu menjangkau kaum miskin di Indonesia yang kini jumlahnya mencapai 116.000.000 jiwa. Sedangkan untuk meringankan pembiayaan perobatan kaum miskin, pemerintah mengeluarkan ASKES. Sayangnya, PT ASKES hanya mengalokasikan dana sekitar Rp.1-2 triliun yang hanya mampu menjangkau sekitar 6% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa. Padahal, jumlah kaum miskin di Indonesia sekitar 53%. Masalah pengangguran menjadi masalah ketiga dalam penegakan keadilan bagi kaum miskin di Indonesia. Angka pengangguran di Indonesia tergolong tinggi dan oleh sebab itu, pemerinth berencana memasang target mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Target pemerintah adalah sebagai berikut : 9,5% dari angkatan kerja 2005 (9,9 juta orang), 8,9% (9,4 juta orang) tahun 2006, 7,9% (8,5 juta orang) tahun 2007, 6,6% (7,3 juta orang) tahun 2008, dan 5,1% (5,7 juta orang) tahun 2009 sehingga pemerintah berharap angka pengangguran turun hingga separuhnya. Sebenarnya, inti dari masalah pengangguran adalah pendidikan. Oleh sebab itu, inti dari semua masalah kaum miskin di Indonesia adalah pendidikan sehingga jika pemerintah ingin menekan angka pengangguran maka tekan angka buta huruf lebih dahulu. Setiap manusia memerlukan tempat tinggal yang layak dan nyaman, tidak terkecuali kaum miskin di Indonesia. Tempat tinggal yang layak dan nyaman dapat membuat seluruh anggota keluarga merasakan ketenangan dan kasih sayang didalamnya sehingga hal itu dapat membuat mereka merasa bergairah dalam menjalani kehidupan mereka. Tetapi, bagi kaum miskin, rumah yang layak dan nyaman ibarat istana, mewah dan mahal. Sebenarnya, pemerintah tidak perlu menyiapkan rumah yang besar dan luas bagi kaum miskin, tetapi cukup memberikan mereka rumah yang permanen, cukup ventilasi, ada tempat untuk mandi dan kebutuhan-kebutuhan biologis yang integral. Sekarang, sebagaimana kita lihat, rumah bagi kaum miskin tidak lebih baik dari kandang ayam, terbuat dari triplek, beratapkan kardus atau seng, dan tidak mempunyai ventilasi udara yang cukup. Untuk tinggal didalamnya pun mereka tidak merasa tenang, malah mereka merasa takut jika tiba-tiba petugas tramtib datang menggusur tempat tinggal mereka yang kebanyakan memang liar dan tidak mempunyai IMB. Sementara itu, disisi lain, ratusan pengembang telah mempromosikan rumah-rumah yang mewah lengkap dengan kolam renang dan taman yang berharga di atas Rp.100 juta atau apartemen yang harganya Rp.14-15 juta permeter! Sedangkan bagi kaum miskin, rumah yang seperti apa? Seperti kandang ayam? semoga saja pemerintah menyadari hal ini.
Akhirnya, jika kita melihat dan merenung tentang kehidupan kita, sebenarnya, kita sangat beruntung. Kita mempunyai rumah yang permanen dan WC dan kamar mandi yang integral, orang tua yang bekerja minimal ayah atau ibu, dan dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Sementara itu, di sisi lain ada orang-orang yang berjuang untuk sesuap nasi dengan mengamen, mengemis, dan bekerja sebagai pemulung atau sebagainya. lalu, dimana keadilan untuk mereka? Keadilan bagi mereka yang sebenarnya merupakan salah satu kekuatan besar negara ini. Usaha-usaha pemerintah untuk membuat keadilan bagi kaum miskin terpenuhi, sudah seharusnya kita dukung dan bantu walaupun nantinya keadilan bagi kaum miskin benar-benar tidak terpenuhi semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar